Selasa, 16 Desember, 2025
Informasi Damai
Narasi

Narasi

Peran Muslim dalam Toleransi Perayaan Natal: Mewujudkan Harmoni dalam Keberagaman

Photo 2025 12 08 11.53.41
Narasi
Indonesia adalah rumah bagi berbagai agama dan kepercayaan yang hidup berdampingan selama berabad-abad. Di tengah keberagaman ini, sikap toleransi dan saling menghormati menjadi kunci utama untuk menjaga harmoni sosial. Menjelang perayaan Natal, umat Muslim memiliki peran penting dalam menunjukkan sikap toleransi yang mencerminkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin—rahmat bagi ...
Read more 0

Sebuah Refleksi Toleransi di Penghujung Tahun

Photo 2025 12 08 11.53.36
Narasi
Desember selalu memiliki aroma yang khas. Ada bau tanah basah sisa hujan sore hari, aroma liburan yang dinanti-nanti, hingga semarak lampu warna-warni yang mulai menghiasi sudut-sudut kota menjelang Natal dan Tahun Baru. Di momen seperti inilah, ritme sosial kita sering kali diuji. Di antara hiruk-pikuk perayaan saudara-saudara kita yang beragama ...
Read more 0

Polemik Natal Bersama; Mengapa Kaum Konservatif Menganggap Pluralisme Sebagai Ancaman?

Photo 2025 12 08 11.53.26
Narasi
Agenda Natal Bersama Kementerian Agama 2025 menuai polemik di tengah masyarakat. Agenda itu dianggap sebagai sinkretisme agama bahkan penggadaian akidah oleh sebagian kalangan. Agenda Natal Bersama juga dianggap sebagai kampanye terselubung paham pluralisme agama. Mudah ditebak, tudingan itu muncul dari kelompok konservatif. Kaum yang menganggap pluralisme agama sebagai ancaman. Pertanyaannya, ...
Read more 0

Merayakan Perbedaan, Menolak Peleburan

Photo 2025 12 08 11.53.41
Narasi
Di era modern ini, kita sering terjebak dalam sebuah kerancuan berpikir yang cukup fatal mengenai toleransi. Atas nama perdamaian, sering kali kita tergoda untuk berkata, “Semua sama saja.” Kalimat ini terdengar manis di telinga, seolah menjadi obat paling ampuh untuk meredam konflik antar-identitas, baik itu agama, budaya, maupun ideologi. Namun, ...
Read more 0

Memahami Natal Bersama; Bagaimana Relasi Agama dan Negara di Ruang Publik Disruptif?

Photo 2025 12 08 11.53.20
Narasi
Indonesia bisa dikatakan sebagai negara yang unik. Kita bukan negara agama, sekaligus juga bukan negara sekuler. Relasi agama dan negara dalam konteks Indonesia didesain dengan spirit yang moderat. Indonesia tidak didasari oleh hukum satu agama. Namun, sistem hukum kita tidak meminggirkan agama dari ruang publik. Maka, relasi agama dan negara ...
Read more 0

Menghargai Keberagaman dan Membangun Persatuan

Setiap peradaban besar mempunyai titik tolak dan momentum yang diperingati yang dikenal dengan sistem kalender. Kalender Gregorian adalah yang identik dengan umat Nasrani dan paling umum dikenal secara internasional diperkenalkan Paus Gregorius XIII pada tahun 1582 yang mengawali pada 1 Januari. Bangsa Yahudi dengan kalender Ibrani mengenal tahun baru Rosh Hashanah. Ada juga peradaban Tionghoa berbasis siklus bulan yang dikenal dengan Imlek. Ada pula Kalender Persia yang dikenal sebagai Kalender Iran dengan tahun baru yang disebut Nowruz. Dan tentu saja, peradaban Islam yang dikenal dengan tahun baru Hijriyah, dimulai bulan Muharram. Kenapa Islam akhirnya memutuskan harus mempunyai sistem kalender dan peringatan yang harus diperingati setiap tahun? Bukankah Nabi tidak mengajarkannya? Pertama tentu kita tidak boleh berasumsi Islam dengan ijtihad pemikiran dan kebudayaannya sudah selesai ketika Nabi wafat. Banyak sekali tantangan dan kebutuhan yang harus dilalui dan dilampaui umat Islam. Inovasi, kreasi dan kebaruan bukan bid’ah yang tabu dalam memajukan Islam. Adalah Khalifah Umar bin Khattab yang berinisiatif agar umat Islam mempunyai sistem penanggalan yang jelas karena ketiadaan catatan waktu dari dokumen untuk keperluan admistratif pemerintahan. Dipanggillah tokoh-tokoh untuk mendiskusikan sistem kalender dan awal mula tahun dalam Islam. Singkat kata, Islam mengawali pada momentum perpindahan dari Makkah ke Madinah yang dikenal hijrah. Sistem kalender ini pun dikenal dengan Tahun Hijriyah. Bukan merujuk pada sistem kalender Romawi, Persia dan sebagainya. Bukan pula merujuk pada kelahiran atau wafatnya Nabi. Pilihan cerdas umat Islam adalah momentum hijrah. Jenius dan tepat sekali ketika kalender Islam disandarkan pada momentum hijrah. Setiap tahun umat Islam diingatkan untuk kembali mengambil pesan dan semangat perpindahan mentalitas dan pemikiran dari kejumudan, fanatisme, dan kebencian menuju semangat komunitas Madinah yang dinamis, toleran, terbuka dan yang paling penting terikat dalam persaudaraan. Hijrah Nabi ke Madinah bukan sekedar pelarian dan pencarian suaka politik sebagaimana hijrah sebelumnya. Hijrah kali ini berbeda. Ada misi penyelamatan umat dari cengkraman penyiksaan kaum Qurays sekaligus misi perdamaian di Madinah sebagaimana permintaan para suku-suku yang selalu terlibat pertikaian di sana. Maka, yang paling sukses dan teringat dari hijrah ini adalah ikatan persaudaraan Madinah. Membangun sebuah peradaban yang diikat dengan tali persaudaraan. Tidak ada lagi kekerasan, kebencian dan ekslusifitas, tetapi semua berada dalam naungan konsitusi yang disusun dan diperjanjikan bersama. Sangat brilian apa yang dilakukan Rasulullah dengan gerakan hijrah dan membangun Madinah. Tidak ada yang merasa tersisihkan. Pendatang tidak mengalahkan pribumi. Perbedaan suku dan agama bukan halangan untuk saling melindungi. Negara dengan ide demokrasi yang pada saat bersamaan daratan lain masih bermegah-megah dengan sistem kekaisaran dan kerajaan. Dan tentu saja, tidak mengherankan ketika sahabat Umar, sang Khalifah dan mujtahid ini, tidak diragukan memilih momentum hijrah sebagai penanda awal tahun baru Islam. Bukan tanpa makna dan pesan. Umar tentu saja ingin umat Islam generasi berikutnya yang belum mengalami peristiwa hijrah mampu merasakan energi dan sensasi hijrah. Apa pesannya? Umat Islam diajak untuk melakukan muhasabah. Intropeksi dan refleksi. Meninggalkan kebiasaan penuh dendam, benci dan permusuhan menuju semangat saling bersaudara. Selamat Tahun Baru Islam, Mari Perkokoh Persaudaraan Kebangsaan Kita.
Narasi
Indonesia, sebagai negara yang kaya akan keberagaman, telah lama dikenal sebagai rumah bagi berbagai suku, agama, dan budaya. Sejarah toleransi beragama di Indonesia mencerminkan perjalanan panjang yang penuh tantangan namun juga harapan, mulai dari zaman kolonial hingga pasca-independensi. Toleransi bukan hanya sekedar menghormati perbedaan, melainkan juga tentang membangun kebersamaan untuk ...
Read more 0

Peran Negara dalam Menjamin Kerukunan dan Mendorong Partisipasi Sipil

Photo 2025 12 11 12.15.44
Narasi
Dalam sebuah negara yang majemuk seperti Indonesia, kerukunan antarwarga dan partisipasi aktif masyarakat dalam kehidupan berbangsa merupakan dua pilar fundamental yang menopang demokrasi dan stabilitas nasional. Negara, sebagai institusi tertinggi yang memiliki otoritas dan tanggung jawab atas kesejahteraan warganya, memegang peran sentral dalam menjamin harmoni sosial sekaligus membuka ruang bagi ...
Read more 0

Membangun Ketahanan Nasional Melalui Moderasi Beragama

Membangun Ketahanan Nasional Melalui Moderasi Beragama
Narasi
Ketahanan nasional bukan hanya soal kekuatan fisik atau militer, tetapi juga mencakup stabilitas sosial, harmoni kehidupan beragama, dan keadilan bagi seluruh warga negara. Di tengah keberagaman suku, agama, dan budaya di Indonesia, moderasi beragama menjadi salah satu pilar penting agar bangsa tetap kokoh menghadapi tantangan internal dan eksternal. Sinergi antara ...
Read more 0

Meletakkan Simbolisme dalam Prinsip Agama Bermaslahat

Meletakkan Simbolisme dalam Prinsip Agama Bermaslahat
Narasi
Semakin ke sini, agama semakin hadir dengan wajah yang sangat visual. Mulai dari gaya busana, istilah bahasa, hingga panji-panji yang dikibarkan dalam kerumunan massa. Fenomena ini menandakan bahwa agama sedang mengalami revivalisme. Namun, di balik semaraknya ekspresi tersebut, muncul sebuah pertanyaan reflektif yang patut kita renungkan. Apakah melimpahnya simbol-simbol keagamaan ...
Read more 0

Ketika Bencana Datang, Waspada Banjir Narasi Pecah Belah di Tengah Duka Bangsa

Ketika Bencana Datang, Waspada Banjir Narasi Pecah Belah di Tengah Duka Bangsa
Narasi
Di tengah rumah yang runtuh, keluarga yang kehilangan tempat tinggal, dan tangis pengungsian yang belum reda, ruang digital sering menjadi medan perang baru: bukan melawan alam, melainkan melawan ujaran yang memecah belah. Bencana semestinya menjadi momentum solidaritas, empati, dan kebersamaan, tetapi dalam beberapa kasus justru dimanfaatkan untuk meniupkan sentimen identitas. ...
Read more 0